Ber-Tuhan tapi tidak be-ragama??
Sumber Gambar:http://www.quotesvalley.com/quotes/god/page/293/
Dalam tulisan sebelumnya saya mencoba membawa kita semua pada persepsi bahwa tidak ada manusia yang tak ber-Tuhan. Ber-Tuhan adalah konsekuensi bagi kita yang hidup. Dan bagaimana perwujudan Tuhan dalam kehidupan, semua itu diserahkan kepada diri kita masing-masing.
Kemudian dari sini
akan timbul pertanyaan, bagaimana kaitannya dengan agama? Apa kaitan Tuhan
dengan Agama? Bagaimana jika menyatakan diri bertuhan namun menolak Agama?
Kita akan mulai dengan yang paling dasar
tentang agama. Yaitu istilah dan pengertiannya. Istilah agama berasal dari bahasa
Sanskerta, āgama yang berarti ‘tradisi’. Dalam bahasa inggris agama
disebut ‘religion’ yang berasal dari bahasa
Latin religio dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
beragama, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Agama adalah ajaran, sistem yg mengatur
tata kepercayaan dan peribadatan kpd Tuhan serta tata kaidah yg berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kalau coba kita analogikan,
jika bulan adalah Tuhan, maka serangkaian pelatihan dan aturan untuk menaiki
pesawat ruang angkasa untuk ke bulan adalah ‘agama’. Singkatnya, agama harus berisi tentang cara dan
jalan yang membawa kita kepada Tuhan atau paling tidak lebih dekat dan mengenal
Tuhan. Nah, bagaimana jika anda ingin ke bulan dan merasa siap pergi ke bulan
namun prosedurnya dipersulit dengan berbagai hal yang tidak mencerminkan tujuan
utama. Yaitu menuju bulan. Misalnya ketika anda ingin ke bulan anda malah
diperintahkan belajar bernyanyi secara merdu setiap minggu. Tentu tidak ada
hubungannya kan? Inilah analogi tentang fenomena keagamaan yang terjadi pada
umat beragama sekarang. Segolongan manusia menyadari hal ini dan mulai merasa
ada yang salah dengan agama dan berkembang pada pemikiran ‘tidak penting
beragama’.
Percaya Tuhan dan tidak percaya dengan agama
adalah pemikiran yang mulai banyak dianut masyarakat dunia lebih khusus pada
para intelektual2 di barat dewasa ini. Mereka
lebih meyakini Tuhan dengan memilih jalan spiritualitas ketimbang agama.
Ini didasari pada kesadaran bahwa setiap
manusia memiliki dimensi spiritualitas dalam dirinya. Dimensi spiritualitas
yang pada dasarnya merupakan sebuah perjalanan dan pengembaraan ke dalam diri
manusia sendiri, pengembaraan dalam upanya mengenal dimensi batin diri. Dimensi
dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tak mampu menjangkaunya. Pada
dimensi ini mereka akan merasa menemukan Tuhan.
Disisi lain persepsi masyarakat barat
terhadap agama sekarang ini banyak dicemari oleh pengalaman kelam sejarah,
dimana orang-orang yang mengaku pembesar agama menampilkan agamanya dengan
mitos-mitos dan takhayul yang mengekang kebebasan berfikir dan ilmu pengetahuan.
Agama dijadikan alat politik untuk memperoleh kekuasaan yang lalim. Agama yang
pernah hadir dalam sosok seperti ini menjadi penyebab pemikir seperti August
Comte secara radikal berkesimpulan bahwa dalam masyarakat saintifik agama tak
lagi memiliki porsi yang diperhitungkan, bahkan dianggap sebagai sisa-sisa
keterbelakangan dari masa lampau.
Sampai sekarang pun degradasi Agama seperti ini masih tetap
berlangsung. kebanyakan Agama sekarang terkesan hanya akan mengajak kita untuk
terlibat dalam aturan-aturan yang rumit, perdebatan dan permusuhan dengan
sesama. Dalam kasus lain agama hanya membawa kita pada gerakan ideologi terutup
yang ekslusif. Sifat eksklusifitas agama ini cenderung membawa pada sifat tidak
toleran dan Persaingan yang nantinya akan menjadi sumber derita bukan
kedamaian, keselamatan dan kasih sayang. Beginilah beberapa anggapan orang yang
berfikir agama tak lagi penting.
Seebagai contoh, Jika kita coba nyatakan
kepada mereka misalnya, Islam adalah agama damai, dan mengapa tidak mencoba
mendalaminya ?” mereka akan menjawab , “ maaf, yang kami kenal tentang umat
islam adalah masyarakat yang tidak mencerminkan hidup damai. Secara fisik mereka sangat senang bentrok dan secara
intelektual sering mengesankan tidak toleran. Oleh karena itu kami kurang
tertarik dengan agama, tetapi kami tetap merindukan Tuhan.”
Dari sini coba Saya
simpulkan bahwa percaya kepada Tuhan tanpa agama adalah suatu hal yang tidak
dapat kita justifikasi sebagai suatu kesalahan. Tapi lebih kepada balasan atas
ketidakmampuan orang yang mengaku beragama untuk menampilkan bahwa agama adalah
jalan terbaik untuk mengatasi problematika dunia dan rahmat bagi semesta alam.
Saya hingga saat ini meyakini semua agama, baik agama wahyu ataupun
bukan, semua pada akhirnya akan berdiri dihadapan sejarah untuk diuji. Sejarah
akan menunjukkan hasil seleksinya, bahwa sebagian agama ternyata telah
ditinggalkan orang dan sebagian bertahan
dengan modifikasi dan sebagian terus hidup tegak dan banyak pengikutnya. Kelak
Kita hanya akan menjadi saksi untuk diri kita sendiri dan semua jalan yang kita
pilih. BerTuhan namun Tidak beragama adalah pilihan yang juga harus kita hargai
dan maklumi. Kemudian sebaliknya kita yang mengaku bertuhan dan beragama
harusnya menampilkan jalan keberagaman yang baik, santun dan berperan aktif
dalam kemaslahatan manusia dan lingkungan.
rahmatalill ‘alamin.*
0 komentar: