Sedikit Menoleh kembali kepada Abraham A.S. (Idul Adha 1443H)

Juli 10, 2022 @bdul 0 Comments


Kisah hidup Abraham/Ibrahim A.S. adalah contoh paling apik dari pencapaian spiritual manusia. Dia benar-bernar menjalani proses seperti judul buku Prof. Jeffry Lang, “Struggling to Surrender” (arti:berjuang untuk berserah). Pencapaian tertinggi spiritualitas dan ketauhidan Abraham ditempuh melalui proses rasional dan dialektika iman yang panjang di masa muda. Abraham menjadi pribadi yang sangat kritis dan analitis. Dia mampu mempertanyakan kebenaran praktik paganisme yang lumrah di lingkungan keluarga dan mayarakatnya. Dia berpikir, berdebat dan mencari hakekat Tuhan sebagaimana dalam persepsi akalnya. Setelah Abraham A.S. berdialektika dengan akalnya, Dia sampai pada kesimpulan bahwa berhala-berhala yang dibuat ayahnya dan pemujaan di Kuil oleh kaumnya adalah ekspresi keimanan yang sesat. Secara logis, tidak mungkin Tuhan diciptakan oleh tangan manusia. Tuhan juga tidak mungkin lemah dan hancur ketika dipukul oleh Abraham di Kuil Sin. Perjalanan dialektika keimanannya juga sempat singgah pada henoteisme, di mana Dia mengamati benda-benda langit, mencari sosok The Supreme Being, sosok yang paling berkuasa di dunia.


Namun kisah Perjuangan masa muda Abraham yang sangat rasionalis itu agaknya berbanding jauh dengan kisah masa tuanya yang penuh keberserahan dan beberapa perbuatan (yang dianggap) irrasional. Bisa dilihat dari kepasrahannya dalam memperoleh keturunan, tindakannya yang meninggalkan anak dan istri ke 2 nya di lembah tandus (ka’bah), meninggikan ka’bah, hingga upaya menyembelih anaknya sendiri. 

Tentu dalam hal ini Abraham tidak lagi mengutamakan akal seperti masa mudanya. Dia telah mencapai tingkatan spiritual yang menyadarkannya bahwa akal tidak mampu menggapai semua hal di alam semesta ini. Dia menyadari bahwa Tuhan menginginkan kita berjuang walaupun pada akhirnya kita hanya dapat berserah.


Kita harus melihat kisah Abraham ini sebagai suatu proses hidup yang harus dicontoh. Bahwa perjalanan kita dalam spiritualitas dan agama harusnya melalui proses rasional dan dialektis. Dalam tingkatan ini, kita seharusnya masih ditahap menggunakan instrumen akal sehat kita dalam beragama, tetap berusaha mencari jalan logis menghadapi setiap pertanyaan dan permasalahan dalam hidup, terus bekerja keras serta menyerahkan bagaimanapun hasilnya kemudian kepada Tuhan. 


Bukan sebaliknya, memulai beragama dengal hal-hal diluar nalar, menggali berbagai hal klenik, makulat, metafisik, apalagi metafakta, seperti kasus yang sedang heboh saat ini.


Di momen hari Raya Idul Adha kali ini, dengan menyembelih hewan kurban, membagikan dagingnya kepada orang-orang kurang mampu, mari kita juga meneladani kisah Abraham A.S.


Selamat Hari Raya Idul Adha 1443 H (09 Juni 2022 M)

You Might Also Like

0 komentar: